Oleh: Daud Fathani
Untuk mengawali tulisan ini, penulis mau menanyakan kepada
pembaca “Setujukah kalau seluruh pengadilan di Nusantara ini ditutup?”
Sebagian besar mungkin tidak setuju kalo pengadilan ditutup. Kenapa
demikian, karena pengadilan adalah sebuah kebutuhan dimana tempatnya
orang untuk mencari keadilan.
Jum’at 7 Februari 2014 penulis membaca sebuah berita tentang Asrinya
sebuah Pengadilan Negeri yang diwartakan oleh detik.com. Dalam berita
tersebut diceritakan, suasana keindahan sebuah Pengadilan Negeri yang
didesain secara rapi dan indah, dengan dilengkapi berupa taman yang
ditumbuhi dua buah pohon mangga berkayu di tengah-tengah area pengadilan
serta dikelilingi tanaman-tanaman berukuran kecil hingga pemandangan
tersebut mengesankan keteduhan lingkungan di sekitarnya.
Kendati demikian, jujur saja, dari berita tersebut tidak ada hal yang
menurut penulis aneh, unik, dan istemewa. Tapi ketika penulis membaca
dari beberapa komentar di bawah tulisan berita tersebut, mata penulis
dikejutkan oleh sebuah komentar unik yang menjadi perhatian penulis.
Pada komentar tersebut si pengirim komentar yang berinisial RR itu
berharap, semoga pada tahun-tahun kedepan pengadilan ini tutup.
Penulis menjadi penasaran dengan komentar yang menurut penulis konyol
itu. Kenapa tidak? Pengadilan yang selama ini telah menawarkan jasa
keadilan pada pencari keadilan, kendati masih ada sejumlah oknom
pejabatnya yang tidak adil dalam memutuskan perkara, hingga ada anggapan
dari sebagian rakyat kecil hukum hanya berpihak pada orang berduit.
Penulis pun melanjutkan membaca isi komentar tersebut.
Mau tahu apa alasan RR pada komentarnya?? Begini sob, dalam komentarnya
itu, RR menjelaskan, “setiap pelanggaran hukum pasti karena melanggar
agama”. Ya, tentu donk! Suatu agama tidak mungkin mengajarkan sebuah
kejahatan. Itu artinya sebuah kejahatan pasti bertentangan dengan ajaran
agama. RR menambahkan, “Mencegah lebih baik daripada mengobati, jadi
kalo manusia menjalankan perintah Agama dan menjauhi apa yang dilarang,
insya AllAh kantor pengadilan akan sepi pengunjung.”
Bayangkan saja, kalo semua orang menjauhi apa yang dilarang agama, dalam
artian tidak berbuat zalim kepada orang lain, tidak mengambil hak yang
bukan miliknya, tidak melakukan sesuatu yang dianggap melanggar etika
dan norma kehidupan. Sudah bisa dipastikan, kehidupan yang tanpa masalah
dan kehidupan yang aman, tentram, serta damai akan tercipta. Dengan
demikian para pejabat pengadilan pun akan nganggur karena sepi
pengunjung, dan dengan sendirinya tidak menutup kemungkinan membuat
pengadilan tidak dibutuhkan dan tutup dengan suka rela.
Alhasil. Sumber daya manusia (SDM) yang agamis merupakan salah satu
solusi yang menawarkan untuk memenimalisir melangitnya perkara atau
kasus yang masuk di pengadilan. Kenapa penulis kata memenimalisir?
karena tidak mungkin juga, menurut penulis pengadilan bisa ditutup,
sebab sudah menjadi fitrah kehidupan selama masih adanya kehidupan di
dunia sudah barang tentu ada yang namanya orang jahat di samping orang
baik. Untuk itulah, penulis berharap pada pemerintah untuk selalu
memperhatikan pendidikan rakyat, khususnya pendidikan-pendidikan agama.
Dimana menurut perhatian penulis yang merupakan satu dari sekian banyak
warga yang mengeluhkan pendidikan agama hingga saat ini masih dirasa
dianaktirikan.
Padahal, selain merupakan kebutuhan untuk tuntunan hidup, pendidikan
agama juga merupakan pendidikan karakter yang berakhlakul karimah, yang
mampu menciptakan SDM-SDM yang agamis. Idealnya, sebuah pemerintahan
yang sadar akan hal demikian tidak mungkin melihat pendidikan agama
sebagai pendidikan tambahan, yang berefek pada kurangnya perhatian
kepada lembaga-lembaga pendidikan agama. Tapi justru seharusnya,
pemerintah wajib memandangnya sebagai pendidikan pokok dan utama.
Ringkasnya, melangitnya kasus di pengadilan tidak mungkin bisa
diminimalisir apakan lagi untuk menutup sebuah pengadilan kalau tidak
didukung oleh adanya SDM-SDM agamis yang lahir dari hasil pendidikan
agama sejak dini.(DF)
Sumber: http://catatan-kecilku-daud.blogspot.com/2014/02/setujukah-semua-pengadilan-ditutup.html
Kami bangga menjadi mahasiswa Syari'ah